Rapat Dengar Pendapat (RDP) Kebocoran Gas Klorin PT Pindo Deli 2 (Foto : Karawangchannel.com/Yogi Kurnia) |
KARAWANGCHANNEL.COM - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Karawang melakukan rapat dengar pendapat (RDP) terkait kebocoran gas klori dari pabrik Caustic Soda PT Pindo Deli 2, Selasa (30/1/2024).
RDP itu mengundang warga terdampak kebocoran gas itu, tokoh masyarakat setempat hingga pihak perusahaan.
"Jadi kami ingin mendegar langsung keluhan dari masyarakat terkait kejadian kebocoran gas itu," kata Ketua Komisi 3 DPRD Karawang, Endang Sodikin yang memimpin RDP di Gedung Paripurna pada Selasa (30/1/2024).
Dia menjelaskan, pihak perusahaan PT Pindo Deli 2 tidak hadir dalam RDP, sehingga dia merasa kecewa.
Sebab, mereka bisa langsung mendengar keluhan masyarakat. Juga DPRD Karawang bisa mendengarkan penjelasan pihak perusahaan.
"Pasti kecewa, padahal kami sudah melayangkan undangan RDP ke pihak perusahaan. Tentunya sifatnya sangat penting untuk dihadiri karena permintaan dari masyarakat yang terdampak," kata Endang.
Endang melanjutkan, pihaknya melalui pimpinan DPRD akan melayangkan surat rekomendasi hasil RDP ini kepada Bupati Karawang Aep Syaepuloh untuk segera menindaklanjuti aspirasi dari masyarakat.
Adapun isi rekomendasi itu ialah bahwa warga menginginkan departemen caustic soda pada PT Pindo Deli 2 itu ditutup atau izinnya dicabut.
"Sudah jelas tadi di RDP bahwa masyarakat menginginkan departemen caustic soda ditutup atau izinnya dicabut," ujarnya.
Selain rekomendasi penutupan, poin rekomendasi lainnya yakni pemberian kompensasi kesehatan terhadap korban dan ganti rugi terhadap lahan pertanian yang mengalami gagal panen karena kebocoran gas.
"Selain menutup juga minta perusahaan bertanggungjawab terhadap kompensasi dan ganti rugi soal lahan sawah yang terancam gagal panen dan itu jumlahnya 15 petani," ucapnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum warga Zaenuri Fadly mengungkapkan pihak PT Pindo Delli 2 sudah jelas menyalahi Undang-Undang (UU) nomor 32 tahun 2009 terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH) dan perlu dicabut izin usahanya.
Dalam UU nomor 32 tahun 2009 sudah jelas ada kelalaian sehingga dapat diberikan sanksi pidana.
"Dan ini sebetulnya bukan delik aduan, ini kejadian sudah viral dan ramai pemberitaannya. Sehingga sebetulnya aparat terkait bisa langsung melakukan tindakan," beber dia.
Dia juga mengingatkan agar dewan dan bupati jangan salah mengambil keputusan dan langkah.Sebab, ini merupakan bencana kemanusiaan dan jangan main-main.
Ia juga mengatakan bahwa pihak pemerintah atau stakeholder harus lebih mementingkan keberlangsungan masyarakat.
"Sebenarnya tidak masalah tentang investasi tapi yang terpenting adalah nyawa manusia. Apalagi kasus ini sudah berulang-ulang terjadi dan selayaknya untuk ditutup," tandasnya.